Surabaya – Dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) kembali mencuat. Kali ini, MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) Jawa Timur mengungkap temuan mengejutkan terkait aktivitas KIP Foundation, sebuah lembaga yang disebut-sebut aktif dalam sejumlah kegiatan sosial dan pembangunan berbasis desa.
Penelusuran intensif yang dilakukan oleh tim Litbang dan Investigasi MAKI Jatim menemukan bahwa KIP Foundation diduga kuat mengelola dana CSR tanpa status resmi sebagai penerima sah, dan bahkan terlibat dalam program desa wisata yang juga didanai dari anggaran pemerintah provinsi (APBD I).
Tidak Terdaftar, Tapi Kelola CSR: Ada yang Janggal
Temuan awal MAKI Jatim menunjukkan bahwa nama KIP Foundation tidak tercantum dalam data resmi penerima dana CSR milik Bidang Rencana dan Pengembangan Ekonomi Lokal (Rendalev) Bappeda Jatim. Selain itu, KIP Foundation juga tidak terdaftar sebagai anggota Forum 51, forum resmi yang menghimpun perusahaan pemberi CSR serta lembaga penerima yang telah diverifikasi oleh pemerintah daerah.
Heru MAKI, Koordinator Wilayah MAKI Jawa Timur, menyampaikan keprihatinan atas temuan tersebut. “Tenaga ahli Forum 51 pun tidak mengenal nama KIP Foundation. Ini sangat janggal, karena mereka mengelola program besar namun tidak terdata secara resmi,” ujarnya.
Lebih lanjut, MAKI menduga bahwa KIP Foundation bekerja sama secara informal dengan perusahaan-perusahaan tertentu, lalu mengelola dana CSR sesuai program yang mereka buat sendiri, tanpa melalui prosedur pelaporan dan pengawasan dari pemerintah.
Padahal, jelas Heru, pengelolaan dana CSR telah diatur secara ketat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang mengharuskan akuntabilitas, transparansi, dan pelaporan resmi dalam pelaksanaan program CSR.
Keterlibatan Ganda dalam Program Desa Wisata, Diduga Tumpang Tindih Anggaran
Selain mengelola CSR secara tak resmi, MAKI Jatim juga menemukan bahwa KIP Foundation ikut serta dalam pelaksanaan program desa wisata yang dibiayai oleh APBD I melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jatim. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar, karena Disbudpar sendiri memiliki alokasi anggaran resmi untuk program yang sama.
“Dalam penelusuran kami, ditemukan bahwa Disbudpar Jatim menjalankan program desa wisata bekerja sama dengan KIP Foundation. Padahal, dalam data SIRUP Tahun Anggaran 2025, Disbudpar telah memiliki dana sendiri untuk pembentukan desa wisata,” jelas Heru.
Dugaan tumpang tindih penggunaan anggaran pun mencuat. Ini menimbulkan potensi penyalahgunaan dana, baik dari sisi dana publik (APBD) maupun dana CSR swasta yang semestinya disalurkan secara legal dan bertanggung jawab.
Langkah Tegas MAKI: Minta Audit BPKP dan Klarifikasi Disbudpar
Sebagai respons terhadap temuan ini, MAKI Jatim mengambil langkah konkret. Mereka akan mengirimkan surat resmi kepada Kepala Disbudpar Jatim guna meminta penjelasan menyeluruh tentang peran dan legalitas KIP Foundation dalam program desa wisata yang didanai pemerintah.
Selain itu, MAKI Jatim juga mendesak BPKP Perwakilan Jawa Timur untuk segera melakukan audit independen terhadap laporan keuangan KIP Foundation, khususnya program-program yang didanai oleh CSR dan APBD, agar tidak ada celah manipulasi atau penyelewengan dana.
Audit ini direncanakan menyasar secara spesifik pelaporan keuangan KIP Foundation per program, terutama program-program desa wisata yang seharusnya melibatkan masyarakat lokal dan bersifat transparan.
MAKI Lakukan Investigasi Lanjutan ke Perusahaan Pemberi CSR
Dalam upaya memperkuat data dan menemukan titik terang, tim investigasi MAKI Jatim juga telah mengunjungi sejumlah perusahaan besar yang diduga menyalurkan dana CSR mereka melalui KIP Foundation.
“Beberapa di antaranya perusahaan kertas besar di Jawa Timur, industri rokok, dan perusahaan tambang. Namun karena masih dalam proses klarifikasi, kami belum bisa menyebut nama-nama spesifiknya,” kata Heru.
MAKI tengah mengumpulkan laporan pertanggungjawaban program yang telah dijalankan KIP Foundation, untuk dibandingkan dengan fakta di lapangan dan dokumen anggaran yang beredar di instansi pemerintah.
Ajakan kepada Publik: Waspada dan Awasi Penggunaan Dana Publik
MAKI Jatim menekankan bahwa kasus ini bukan sekadar soal sebuah yayasan yang tidak terdaftar, melainkan menyangkut integritas pengelolaan dana publik dan dana sosial perusahaan. Keterlibatan lembaga tak resmi dalam program pemerintah dapat membuka celah besar bagi praktik-praktik koruptif dan merugikan masyarakat.
“Masyarakat perlu tahu bahwa dana CSR dan APBD itu uang publik. Harus diawasi agar benar-benar sampai ke masyarakat dan tidak dijadikan ladang permainan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab,” tegas Heru.
MAKI memastikan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka menyerukan keterlibatan masyarakat, media, dan aparat penegak hukum untuk mengawasi, menelusuri, dan menindak setiap penyimpangan, demi terciptanya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap program pembangunan. (Red)