Sidoarjo, infojalanan.info -
Insiden ambruknya musala tiga lantai di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, pada Senin, 29 September 2025, menyisakan kisah pilu dan haru dari para korban yang berhasil selamat. Hingga Sabtu, 4 Oktober 2025, Kepala Basarnas Surabaya, Nanang Sigit, melaporkan total korban mencapai 118 orang, dengan 14 meninggal dan 104 selamat.
Proses evakuasi yang dilakukan Tim SAR Gabungan penuh ketegangan. Tidak hanya berisiko tinggi bagi korban, para petugas juga harus bekerja di tengah reruntuhan yang sewaktu-waktu bisa ambruk lagi. Dari kejadian ini, terungkap kisah-kisah yang menunjukkan keberanian, ketabahan, dan keajaiban yang dialami para santri.
Nur Ahmad menjadi salah satu korban yang selamat berkat tindakan cepat Tim SAR. Tubuhnya terhimpit reruntuhan sehingga tangan harus diamputasi di lokasi agar bisa dikeluarkan dari bangunan yang menghimpitnya. Salah satu tenaga medis, dr. Aaron Franklyn Suaduon Simatupang, menceritakan ketegangan saat mengevakuasi Ahmad. “Saya sudah siap mati bersama pasien kalau bangunan runtuh. Tapi prioritas utama adalah menyelamatkan nyawanya,” kata Aaron. Beruntung, Ahmad berhasil dibawa ke ICU setelah tangannya diamputasi, selamat dari ancaman maut.
Syaiful Rosi Abdillah (13) menghabiskan tiga hari di bawah reruntuhan bersama enam temannya. Selama itu, ia hanya bisa membaca selawat dan istighfar sambil menunggu pertolongan. Telapak kaki Rosi remuk akibat tertimpa beton, sehingga operasi amputasi menjadi jalan satu-satunya untuk menyelamatkan nyawanya. Ia menceritakan betapa berat perjuangan mereka mendorong reruntuhan yang menimpa tubuh mereka, sampai akhirnya warga setempat datang menolong pada tengah malam.
Salat di Tengah Puing, Teman Meninggal di Sisi
Syahlendra Haical alias Haikal (13) mengalami pengalaman mengerikan selama dua hari terjebak reruntuhan. Meski pinggangnya tertimpa beton, Haikal tetap menunaikan salat bersama temannya. Namun saat Subuh, temannya sudah tidak bernyawa. Kisah Haikal menjadi saksi betapa kuatnya iman dan ketabahan para santri di tengah situasi kritis.
Kaget Saat Dievakuasi
Al Fatih Cakra Buana (14) awalnya mengira dirinya hanya tertidur ketika reruntuhan menimpanya. Baru saat dievakuasi, Fatih menyadari bahwa musala telah ambruk total. Ia bahkan mengaku seolah berada dalam mimpi selama tiga hari terjebak di bawah puing, dengan tubuhnya terlindung oleh tumpukan pasir dan lembaran seng yang menyelamatkan nyawanya.
Kisah-kisah ini menunjukkan perjuangan luar biasa para santri dan keberanian Tim SAR dalam mengevakuasi korban di tengah kondisi ekstrem. Di balik tragedi, tersimpan keajaiban dan ketabahan yang menjadi pelajaran bagi masyarakat luas mengenai pentingnya kesiapsiagaan dan solidaritas saat bencana terjadi.
(Yan)