Labuhanbatu (Sumut), infojalanan.info -
Aksi premanisme kembali mencoreng wajah industri pembiayaan di Labuhanbatu. Puluhan oknum debt collector yang diduga berasal dari perusahaan ACC Finance Rantauprapat dilaporkan melakukan pengeroyokan terhadap dua orang wartawan yang tengah melakukan peliputan di depan kantor perusahaan tersebut, jumat 19/9/2025
Kejadian bermula saat wartawan dari Satgasus Mitramabesnews.id (Andi Putra Jaya Zandroto) dan Radarkriminaltv.com (Ahmad Idris Rambe) mencoba mengkonfirmasi dugaan penyitaan kendaraan yang dilakukan tanpa prosedur hukum yang jelas. Namun, upaya mereka justru berujung pada tindakan kekerasan oleh para debt collector.
"Saat kami mencoba menanyakan prosedur penyitaan, mereka (debt collector) langsung bersikap arogan dan melakukan pemukulan," ungkap Andi Putra Jaya Zandroto, salah satu korban yang juga merupakan wartawan.
Tindakan brutal ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyebutkan, "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)."
Selain melanggar UU Pers, aksi pengeroyokan ini juga melanggar Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pengeroyokan yang dapat diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
Kasus ini telah dilaporkan ke Polres Labuhanbatu dengan Nomor Laporan Polisi: LP/B/1137/IX/2025/SPKT/POLRES LABUHANBATU/POLDA SUMATERA UTARA. Sejumlah pihak mendesak agar kepolisian segera bertindak cepat dan menangkap para pelaku pengeroyokan.
"Kami mengecam keras tindakan premanisme ini dan meminta pihak kepolisian untuk segera menindak tegas para pelaku. Jangan biarkan aksi kekerasan terhadap wartawan terus terjadi," tegas
Tindakan debt collector ini juga diduga melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang menegaskan bahwa eksekusi jaminan fidusia wajib melalui mekanisme pengadilan apabila debitur menolak menyerahkan barang.
Pihak leasing tidak bisa menarik paksa kendaraan debitur karena wanprestasi atau macet cicilan, kecuali jika telah ada kesepakatan sukarela antara kedua belah pihak atau melalui penetapan pengadilan.
Kasus ini menjadi sorotan penting terkait perlindungan terhadap wartawan dan penegakan hukum terhadap praktik-praktik premanisme yang meresahkan.
(Sbr)