Surabaya, infojalanan.info -
Aparat Polrestabes Surabaya berhasil membongkar praktik pesta seks sesama jenis (LGBT) yang digelar di salah satu hotel kawasan Siwalan, Surabaya. Pengungkapan ini bermula dari informasi masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyelidikan intensif oleh pihak kepolisian (22/10).
Kapolrestabes Surabaya melalui keterangan resminya menjelaskan bahwa dari pengungkapan tersebut, petugas mengamankan 34 orang, terdiri atas 1 orang pendana (pemodal), 1 admin utama, beberapa admin pembantu, serta 25 peserta pesta seks.
“Setelah kami mendapat laporan, kami berkoordinasi dengan Polsek Wonokromo serta pihak terkait. Saat dilakukan penggerebekan, para pelaku sedang melaksanakan kegiatan pesta seks di dua kamar hotel yang telah disiapkan,” ujar kompol Luthfie dalam konferensi pers di Mapolres Surabaya.
Dari hasil penyidikan, diketahui bahwa kegiatan ini telah beberapa kali dilakukan sejak tahun 2024 di beberapa hotel di Surabaya. Admin utama berperan membuat flyer, grup WhatsApp, serta mengundang peserta melalui media sosial. Para admin pembantu bertugas menjemput peserta di lobi hotel, menyiapkan kamar, makanan, hingga permainan (games) yang digunakan selama acara berlangsung.
Sementara itu, pendana utama (master) berinisial MR diketahui memberikan dana sekitar Rp15 juta untuk menyewa dua kamar hotel dan kebutuhan lainnya. Para peserta kemudian mengikuti permainan dengan berbagai aktivitas yang berujung pada tindakan asusila secara massal.
“Dari hasil pemeriksaan, pesta tersebut dilakukan pada Sabtu, 18 Oktober 2025 mulai pukul 18.00 hingga 23.00. Saat itulah petugas datang dan mengamankan seluruh pelaku di lokasi,” ungkap Kompol Luthfie.
Atas perbuatannya, para pelaku dikenakan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, serta Pasal 296 KUHP tentang perbuatan cabul dan/atau Undang-Undang ITE Nomor 1 Tahun 2024 bagi pelaku yang menyebarkan konten serta mengundang peserta secara daring.
Selain melakukan penegakan hukum, pihak kepolisian juga menegaskan bahwa mereka akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan pembinaan dan rehabilitasi sosial terhadap para pelaku agar dapat kembali ke kehidupan normal.
“Proses hukum tetap berjalan, tetapi kami juga prihatin. Fenomena ini perlu menjadi perhatian bersama, bukan hanya aparat hukum, tetapi juga seluruh elemen masyarakat agar kasus serupa tidak terulang kembali ujar Luthfie,” tutupnya.
(Teguh)



