Surabaya, infojalanan.info -
Dalam momentum Hari Ulang Tahun (HUT) ke-66, Pemuda Pancasila (PP) Kota Surabaya memilih jalur kebudayaan untuk memperbaiki citra ormas yang selama ini kerap dikaitkan dengan kekerasan dan premanisme. Lewat pementasan ludruk berjudul “Cak Durasim Sang Pahlawan”, PP Surabaya mencoba menawarkan wajah baru: ormas yang berpihak pada nilai seni dan perjuangan kultural.
Langkah ini bukan sekadar seremonial. Ludruk dipilih sebagai simbol perlawanan kultural sekaligus penghormatan kepada tokoh besar teater rakyat asal Surabaya, Cak Durasim seorang seniman sekaligus pejuang budaya yang menggunakan kesenian sebagai alat melawan penjajahan.
“Ludruk yang beliau bangun bukan sekadar pertunjukan. Itu perlawanan kultural terhadap penjajahan. Dan kami tidak ingin hanya memanfaatkan ketokohannya, tetapi ingin meneruskan semangat perjuangannya,” tegas Meimura, seniman Surabaya sekaligus inisiator pertunjukan.
Sekretaris PP Kota Surabaya, Baso Juherman, menyampaikan bahwa gelaran ini merupakan strategi PP untuk membangun kembali kepercayaan publik, sekaligus menegaskan bahwa ormas hari ini tidak bisa lagi disamaratakan dengan citra masa lalu.
“Sekarang banyak anggota PP yang berlatar belakang profesional, mulai dari kontraktor, atlet, hingga seniman. Khusus di bidang seni, kami ingin menjadikan ludruk sebagai ikon baru Pemuda Pancasila Surabaya,” kata Baso.
Pementasan “Cak Durasim Sang Pahlawan” dijadwalkan berlangsung pada 28 Oktober 2025, bertepatan dengan puncak peringatan HUT ke-66 PP. Lokasi pertunjukan pun dipilih dengan penuh makna: Gedung Cak Durasim, milik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur, yang kini sedang dalam proses perizinan resmi.
“Gedung itu punya makna historis. Akan sangat tepat bila pertunjukan ini digelar di sana,” ujar Meimura.
Sebelum pementasan, panitia juga merencanakan ziarah ke makam Cak Durasim, sekaligus bertemu dengan pihak keluarga sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa beliau dalam dunia seni perlawanan.
Menurut Meimura, ini bukan pertunjukan biasa. “Kami ingin semangat Cak Durasim hidup kembali dalam ludruk ini. Kami ingin menunjukkan bahwa Pemuda Pancasila Surabaya mampu berdiri sebagai penggerak budaya, bukan intimidasi,” tegasnya.
Sebagai tokoh ludruk kontemporer, Meimura juga akan turun langsung sebagai produser dan kreator utama pertunjukan. Ia memastikan bahwa naskah dan alur cerita akan sarat pesan perjuangan dan semangat nasionalisme yang relevan dengan kondisi ormas saat ini.
Melalui pementasan ini, PP Surabaya ingin menegaskan satu hal: ormas bukan lagi identik dengan kekerasan. Dalam semangat budaya, mereka mencoba membangun kembali posisi sosial yang positif berakar dari sejarah lokal, seni rakyat, dan perjuangan moral.
“Ini bukan sekadar pentas. Ini cara kami menunjukkan bahwa ormas ini sudah berubah. Dari imej kekerasan menuju semangat kebudayaan,” tutup Baso.
(Yudi)