JAKARTA, INFOJALANAN.INFO - Sekretariat Bersama Wartawan Indonesia (SWI) mengecam keras aksi teror yang menimpa wartawan Syahbudin Padank, yang juga merupakan pengurus SWI Kota Subulussalam, Provinsi Aceh.
Peristiwa perusakan rumah dan pelemparan mobil milik Syahbudin terjadi pada Jumat dini hari (17/10/2025) di Desa Sikalondang, Dusun Lae Mbetar, Kecamatan Simpang Kiri, Kota Subulussalam. Aksi ini menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap wartawan di Tanah Air.
Plt. Ketua Umum SWI, Herry Budiman, dalam keterangan resminya, menyatakan kecaman keras atas tindakan teror tersebut. Ia mendesak aparat kepolisian segera mengusut tuntas pelaku dan dalang di balik kejadian itu.
Itu tindakan keji dan biadab terhadap kebebasan pers dan demokrasi. Polisi harus mengusut tuntas kasus ini, tidak hanya menangkap pelakunya, tetapi juga mengungkap dalangnya,” tegas Herry, Sabtu malam (18/10/2025).
Herry menilai, tindakan kekerasan terhadap jurnalis tidak boleh dibiarkan karena merupakan ancaman nyata terhadap kemerdekaan pers. Ia meminta aparat penegak hukum berani mengungkap siapa pihak yang berada di balik aksi tersebut.
Bisa saja orang tak dikenal itu hanya suruhan. Kepolisian harus berani membongkar siapa dalang sebenarnya,” ujarnya.
Selain mengecam keras aksi tersebut, Herry juga mengimbau masyarakat agar menempuh jalur yang benar jika merasa keberatan terhadap karya jurnalistik.
"Silakan ajukan hak jawab atau koreksi kepada media bersangkutan, atau buat pengaduan ke Dewan Pers. Jangan menggunakan cara-cara teror dan intimidasi,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua SWI Kota Subulussalam, Suhendri Solin, menegaskan bahwa kejadian ini bukan hanya serangan terhadap satu wartawan, tetapi juga ancaman bagi seluruh insan pers di Aceh.
"Kapolres Subulussalam harus segera menangkap pelaku. SWI akan mengawal proses hukum kasus ini. Jelas ini pelanggaran HAM dan ancaman terhadap kebebasan pers,” tegas Suhendri.
Diketahui, kasus ini telah dilaporkan ke Polres Subulussalam dengan Nomor Laporan: STTLP/B/137/X/2025/SPKT/POLRES SUBULUSSALAM/POLDA ACEH. Dalam laporannya, korban menegaskan bahwa serangan tersebut diduga kuat berkaitan dengan profesinya sebagai wartawan.
SWI meminta agar aparat penegak hukum tidak hanya memproses kasus ini sebagai pengrusakan, tetapi juga menindaklanjutinya sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
(Asc)


